Jumat, 31 Oktober 2008

MURAL DIPERPANJANG!

Waktu pengerjaan Mural diperpanjang hingga hari Selasa, 4 November 2008.

Rabu, 29 Oktober 2008

KOSAYU MURAL FEST #3

29 OKtober 2008


Lapangan...


Satu-persatu mulai menghampiri lapangan...



Mengambil cat, kemudian menggoreskan pada dinding

Yaphhh, mulaiiii...


Ungu/violet...


Trataaa....


Hayoooo....

Senin, 27 Oktober 2008

FESTIVAL MURAL SMAK KOSAYU #2

25 Oktober 2008


"Tahan nafasss...iyappph..."


"Fair Play? i-yukkk..."


"Olah raga dan lingkungan hidup"


"Mejeng dulu ahh..!" Jpreeetttt... (Suporter tim2 Mural)


"Sing guyub lan sing rukun..."


"istirahat-istirahat...gantian-gantian..."


"Global Warming is kuulll.." kata Cinta Laura... (???)


"Ehemmm..serius-serius... (hihihi..) :D

"Konsentrasi...awass melenceng....hehehehe"

Sabtu, 25 Oktober 2008

FESTIVAL MURAL SMAK KOSAYU #1

24 Oktober 2008


"Bergerak-bergerak, serentak-serentak, majulah-majulah...."


" Waduh, ada anak TK Kosayu nyasar..
yahh, corat-coret tembok lagi.."


"E = mc kuadrat..."


"Sik..sikk..Mbakkk..Ojo ngangguuu,...
ta' nulis jenengku dhisik..ngantri-ngantri.."


"Weiii.., ada turis Jerman ikutan nyorat-nyoret..huahaha.."


Eng-ing-eng..."Begini-ni caranya bikin grafitiii,
sebelum pake cat..bikin sketsa duluuu.."


" S. O. S "

GALERI: MURAL #1

Iklan versi Mural di Koran Kedaulatan Rakyat*
(klik pada gambar untuk memperbesar gambar)







Gedung E8
Jurusan Seni & Desain, Universitas Negeri Malang (UM).








MURAL

"Mural" berasal dari bahasa Latin "murus" yang berarti dinding.

Mural adalah menggambar atau melukis diatas media dinding, tembok, atau permukaan luas yang bersifat permanen lainnya.

Berbeda dengan grafiti yang lebih menekankan hanya pada isi tulisan dan kebanyakan dibuat dengan cat semprot, maka mural tidak demikian. Mural lebih bebas dan dapat menggunakan media cat tembok, cat kayu bahkan pewarna apapun seperti kapur tulis atau alat lain yang dapat menghasilkan gambar (id.wikipedia.org).

Mural sebenarnya ada sejak ratusan ribu tahun silam. Orang primitif membuat lukisan di dinding-dinding gua sebagai sarana spiritual dan untuk membangkitkan semangatberburu.
Kegiatan membuat mural kemudian berlanjut ke masyarakat Mesir Kuno. Kala itu, mural menjadi sarana komunikasi. Hingga akhirnya masyarakat modern membuat mural pada dinding rumah, gedung, gereja, serta tanah beraspal atau berbatu bata, bahkan pada makam bawah tanah (katakomba) sebagai dekorasi ataupun media informasi.
Sementara di Indonesia baru beberapa tahun mulai marak berkembang. Jogya sebagai motor pemrakarsa memasyarakatkan Mural, terlihat di berbagai sisi kota yang terisi dengan ragam lukisan dinding yang tidak ada bosannya untuk dipandang.










Berita:
kompas.com/Senin, 01 September 2003

Lukisan Dinding Semakin Semarak di Kota Yogyakarta

Lukisan dinding atau mural yang mulai muncul tahun lalu, kini semakin banyak menghiasi Kota Yogyakarta. Jika sebelumnya hanya seniman grafis yang membuat mural, kini masyarakat lainnya-mulai dari anak sekolah, anak jalanan, pemilik toko hingga ibu rumah tangga, ramai-ramai membuat mural di lingkungannya. Munculnya demam mural ini karena mural dianggap efektif mengurangi aksi vandalisme terhadap dinding kota.

Dari pemantauan, Minggu (31/8), mural mulai bermunculan di beberapa jalan dan permukiman penduduk seperti di Jalan Munggur, Ki Mangunsarkoro, Ireda, Kota Gede, Kampung Badran, Stasiun Lempuyangan, SMUN 9 di Jalan Sagan, dan lainnya. Media untuk membuat mural pun tidak sebatas tembok pagar atau bangunan, namun mulai merambah pada kios kecil, pertokoan, atap bioskop, aspal, bak sampah, tiang listrik, dan gardu listrik.

Sebagian mural itu dibuat atas inisiatif warga. Martono, warga Kampung Demangan, Jalan Munggur mengatakan, warga membuat mural dengan biaya patungan. "Mural itu pun dikerjakan oleh ibu-ibu, bapak- bapak, anak jalanan, anak sekolah, dan anak kos," katanya.
Sebelumnya, lukisan dinding di Yogyakarta dibuat oleh para seniman grafis seperti di Jalan Suryanegaran, Gajah Mada, Jembatan Lempuyangan di Jalan Sutomo, dan lainnya. Pembuatan mural di Yogyakarta pertama-tama dilakukan oleh komunitas seniman yang tergabung dalam Apotik Komik tahun lalu. Sebagian mural juga ada yang dibuat oleh beberapa seniman grafis asal Amerika Serikat.

Lukisan berwarna-warni itu cukup menarik perhatian masyarakat yang lewat. Tommy Wiyono, warga Kantil Baciro, mengaku punya kebiasaan baru melihat-lihat mural ketika berkeliling kota Yogyakarta. "Saya senang melihat mural dan membanding-bandingkan satu dengan yang lain. Rasanya wajah kota jadi semakin semarak," ujarnya.

Sejumlah warga Yogyakarta mengakui bahwa pembuatan mural bisa meredam aksi vandalisme berupa aksi mencoret-coret dinding kosong (grafiti). Tembok-tembok di sepanjang Jalan Munggur, misalnya, tadinya dikotori oleh coretan para vandalis. "Setelah dimural, tembok itu tidak ada lagi yang berani mencoret, sebab warga di sini menjaga betul karyanya," kata Martono. (bsw)

GRAFFITI

Istilah graffiti sendiri diambil dari bahasa latin "graphium" yang artinya "menulis".

Awalnya, istilah ini dipakai oleh para arkeolog untuk mendefinisikan tulisan-tulisan pada bangunan kuno bangsa Mesir dan Romawi kuno. Kegiatan graffiti sebagai sarana menunjukkan ketidakpuasan, baru dimulai pada zaman Romawi dengan bukti adanya lukisan sindiran terhadap pemerintahan yakni di dinding-dinding bangunan. Lukisan ini ditemukan di reruntuhan Kota Pompei. Sementara di Roma sendiri graffiti dipakai sebagai alat propaganda untuk mendiskreditkan pemeluk agama Kristen, yang pada zaman itu dilarang kaisar.

Pemakaian cat semprot atau spray paint untuk graffiti mulai dikenal di New York pada akhir tahun 60-an. Coretan pertama dengan cat semprot dilakukan pada sebuah kereta subway.
Seorang laki-laki bernama Taki yang menetap di 183rd Street WashingtonHeights selalu menuliskan namanya--tagging--di setiap tempat yang ia anggap bakal dilihat banyak orang, misalnya di dalam kereta subway atau di bagian luar dan dalam bis.
"Taki183", begitulah tulisan yang ia buat.



Lewat coretan anehnya itu, orang-orang di seluruh kota mengenal Taki. Di tahun 1971, Taki di wawancarai oleh sebuah majalah terbitan New York. Dari situlah nama Taki populer di seluruh New York.
Fenomena Taki ini akhirnya mempengaruhi mental anak-anak di NewYork. Mereka menganggap kepopuleran bisa diperoleh dengan hanya menuliskan identitas diri pada bus atau kereta yang melewatiseluruh kota. Semakin banyak namanya tercantum, sudah pasti dianggap semakin populer.



FRESSCO, FRESKO



Fresko adalah teknik melukis di dinding dengan menimpakan pigmen pada plaster dinding yang baru dilapisi (Dionisius).

Namun kemudian definisi ini sedikit berubah karena Leonardo da Vinci memperkenalkan teknik baru dengan menimpakan pigmen warna kepada lapisan yang telah kering dengan sedikit modifikasi.

Fresko berasal dari frase Italia buon fresco yang berarti "selagi basah".

Pigmen yang ditimpakan di atas plaster basah akan melekat sangat kuat sehingga hasil karya bisa dinikmati berpuluh tahun. Adonan ini harus dibuat dengan takaran yang tepat, sebab bila terlalu basah akan menyebabkan timbulnya jamur, dan bila terlalu kering akan menyebabkan pigmen tidak bisa tertempel kuat.
Desain fresko biasanya dibuat di atas kertas yang kemudian dilubangi, ditempelkan ke atas plaster basah, dan ditaburi pigmen gelap yang kemudian membuat pola desain yang persis sama dengan rancangan semula. Lukisan harus dibuat secepat mungkin sebelum adonan plaster mengering sehingga saat sebagian air diserap oleh dinding, pigmen yang ada ikut terserap pula dengan kuat.
Teknik fresko banyak dipakai pada masa Renaisans hingga Barok.

Contoh karya Fresko:
>Lukisan di langit-langit Sistine's Chapel oleh Michaelangelo
>Last Judgement oleh Michaelangelo
>The Last Supper oleh Leonardo da Vinci Villa Farnesina oleh Raphael
>Villa Farnesina oleh Raphael



"Michelangelo - Fresco of the Last Judgement"

Sekilas proses membuat lukisan fresko: