Sabtu, 25 Oktober 2008

MURAL

"Mural" berasal dari bahasa Latin "murus" yang berarti dinding.

Mural adalah menggambar atau melukis diatas media dinding, tembok, atau permukaan luas yang bersifat permanen lainnya.

Berbeda dengan grafiti yang lebih menekankan hanya pada isi tulisan dan kebanyakan dibuat dengan cat semprot, maka mural tidak demikian. Mural lebih bebas dan dapat menggunakan media cat tembok, cat kayu bahkan pewarna apapun seperti kapur tulis atau alat lain yang dapat menghasilkan gambar (id.wikipedia.org).

Mural sebenarnya ada sejak ratusan ribu tahun silam. Orang primitif membuat lukisan di dinding-dinding gua sebagai sarana spiritual dan untuk membangkitkan semangatberburu.
Kegiatan membuat mural kemudian berlanjut ke masyarakat Mesir Kuno. Kala itu, mural menjadi sarana komunikasi. Hingga akhirnya masyarakat modern membuat mural pada dinding rumah, gedung, gereja, serta tanah beraspal atau berbatu bata, bahkan pada makam bawah tanah (katakomba) sebagai dekorasi ataupun media informasi.
Sementara di Indonesia baru beberapa tahun mulai marak berkembang. Jogya sebagai motor pemrakarsa memasyarakatkan Mural, terlihat di berbagai sisi kota yang terisi dengan ragam lukisan dinding yang tidak ada bosannya untuk dipandang.










Berita:
kompas.com/Senin, 01 September 2003

Lukisan Dinding Semakin Semarak di Kota Yogyakarta

Lukisan dinding atau mural yang mulai muncul tahun lalu, kini semakin banyak menghiasi Kota Yogyakarta. Jika sebelumnya hanya seniman grafis yang membuat mural, kini masyarakat lainnya-mulai dari anak sekolah, anak jalanan, pemilik toko hingga ibu rumah tangga, ramai-ramai membuat mural di lingkungannya. Munculnya demam mural ini karena mural dianggap efektif mengurangi aksi vandalisme terhadap dinding kota.

Dari pemantauan, Minggu (31/8), mural mulai bermunculan di beberapa jalan dan permukiman penduduk seperti di Jalan Munggur, Ki Mangunsarkoro, Ireda, Kota Gede, Kampung Badran, Stasiun Lempuyangan, SMUN 9 di Jalan Sagan, dan lainnya. Media untuk membuat mural pun tidak sebatas tembok pagar atau bangunan, namun mulai merambah pada kios kecil, pertokoan, atap bioskop, aspal, bak sampah, tiang listrik, dan gardu listrik.

Sebagian mural itu dibuat atas inisiatif warga. Martono, warga Kampung Demangan, Jalan Munggur mengatakan, warga membuat mural dengan biaya patungan. "Mural itu pun dikerjakan oleh ibu-ibu, bapak- bapak, anak jalanan, anak sekolah, dan anak kos," katanya.
Sebelumnya, lukisan dinding di Yogyakarta dibuat oleh para seniman grafis seperti di Jalan Suryanegaran, Gajah Mada, Jembatan Lempuyangan di Jalan Sutomo, dan lainnya. Pembuatan mural di Yogyakarta pertama-tama dilakukan oleh komunitas seniman yang tergabung dalam Apotik Komik tahun lalu. Sebagian mural juga ada yang dibuat oleh beberapa seniman grafis asal Amerika Serikat.

Lukisan berwarna-warni itu cukup menarik perhatian masyarakat yang lewat. Tommy Wiyono, warga Kantil Baciro, mengaku punya kebiasaan baru melihat-lihat mural ketika berkeliling kota Yogyakarta. "Saya senang melihat mural dan membanding-bandingkan satu dengan yang lain. Rasanya wajah kota jadi semakin semarak," ujarnya.

Sejumlah warga Yogyakarta mengakui bahwa pembuatan mural bisa meredam aksi vandalisme berupa aksi mencoret-coret dinding kosong (grafiti). Tembok-tembok di sepanjang Jalan Munggur, misalnya, tadinya dikotori oleh coretan para vandalis. "Setelah dimural, tembok itu tidak ada lagi yang berani mencoret, sebab warga di sini menjaga betul karyanya," kata Martono. (bsw)

Tidak ada komentar: